Insan Kamil official website | Members area : Register | Sign in

Ayah, Teladan & Teman Bermain

Rabu, 30 Desember 2009

Share this history on :


Ayah adalah pemimpin rumah tangga, sekaligus menjadi teladan bagi anak-anak. Agar anak tumbuh dengan baik, ayah pun juga harus menyisihkan waktu untuk bermain bersama anak.Selama ini banyak anggapan, Ayah hanya bertugas bekerja di luar rumah, membiayai sekolah dan kehidupan sehari-hari. Peran ayah dan ibu saling melengkapi dengan mengisi peran yang berbeda.
Hal itu dibuktikan dalam studi yang dilakukan dua orang peneliti, Lamb dan Roopnarine pada tahun 1990. Mereka mengungkap, ayah mengambil peran yang berbeda dengan ibu dalam berinteraksi dengan anak di berbagai budaya di dunia.
Menurut Psikolog anak dari Universitas Atmajaya, Fabiola P. Setiawan, peranan ayah dalam bermain sangat diperlukan. Bentuk permainannya dapat berbeda antara ayah dan ibu.
Febi, sapaan akrab ibu satu anak itu, mengatakan anak akan membutuhkan sosok ayah saat bermain terlebih permainan yang melatih ketangkasan dan keberanian.
“Ibu terlihat lebih banyak terlibat pada kegiatan yang membutuhkan kelembutan, perhatian dan perasaan, misalnya bermain boneka-bonekaan, masak-masakan, keterampilan tangan, dan sebagainya,” ujarnya.
Sementara, Ayah terlihat lebih banyak terlibat pada kegiatan yang menuntut ketangkasan, keberanian atau ketegasan.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Atmajaya, Jakarta itu mencontohkan, saat bermain di outbond, anak akan lebih sering membutuhkan ayah daripada ibu untuk menemaninya.
Kondisi tersebut bisa dikarenakan anak merasa nyaman dengan sosok ayah yang kuat dan tangkas. Ayah akan cenderung memilih permainan yang melibatkan aktivitas fisik dan lebih menantang. Misalnya bergulat, mengayun atau permainan yang banyak melibatkan pergerakan fisik.
Pemilihan permainan yang baik bahkan bisa menjadi penguat ikatan batin antara ayah dan anak. Misalnya, permainan yang meilbatkan kerjasama antara ayah dan anak seperti bermain bola, futsal, merakitleb pesawat atau robot atau bersepeda bersama.
“Permainan yang erat dengan peraturan juga bisa dipilih ayah ketika bermain dengan putra-putrinya. Misalnya monopoli, ular tangga, catur, dan sebagainya. Peraturan dapat dibuat oleh ayah bersama-sama dengan anak untuk melatih anak disiplin, sportif, dan dapat meningkatkan sikap saling menghargai,” papar Febi.
Namun tidak semua jenis permainan bisa diterapkan pada anak laki-laki dan perempuan. Dengan pertimbangan postur tubuh anak perempuan tidak mungkin diajak bermain ’sekeras’ dan seaktif anak laki-laki.
Bermain bersama anak laki-laki akan membuat mereka merasa lebih tangguh dan kuat. Sementara, anak perempuan akan merasa dihormati oleh lawan jenisnya yang diperankan oleh ayah.
Ayah dapat memilih permainan yang sesuai dengan anak perempuannya, agar tidak ada pandangan putrinya tidak sanggup melakukan hal yang dilakukan saudara laki-lakinya.
“Dengan begitu anak perempuan akan merasa lebih dihormati. Kondisi ini bisa terbawa hingga dia dewasa nanti. Ketika dia mulai menjalin hubungan dengan lawan jenis, diharapkan dia akan lebih peka akan nilai penghormatan,” ungkap Febi.
Waktu ayah di rumah memang tidak sebanyak ibu, namun ayah yang cerdik bisa tetap menjaga hubungan emosi anak dengan menelepon saat jam makan siang.
Saat menelepon ayah dapat mengatakan akan bermain di sore atau malam hari sepulang kerja. Namun yang perlu diingat adalah jenis permainannya. Tidak mungkin mengajak anak bermain fisik yang berat di malam hari karena akan menggangu kenyamanan anak saat tidur.
Permainan yang bisa dilakukan pada malam hari, misalnya setiap anggota keluarga dapat duduk membentuk lingkaran kemudian saling bercerita kejadian yang dilewati siang hari.
Membacakan cerita sebelum tidur juga dapat menjadi pilihan. Ayah dapat menceritakan pengalamannya sewaktu ia berada di usia anak. Kejadian yang paling berkesan tentunya memiliki nilai positif dapat diceritakan ayah sebagai pengatar tidur anak.
Pada akhir pekan atau saat Ayah memiliki waktu luang lebih banyak, Ayah dapat mengajak anak-anak untuk bermain peran. Misalnya, ayah dapat meminta anak untuk berperan sebagai teman yang menganggunya di sekolah, kemudian ayah berperan menjadi anak sambil mengajarkan sikap-sikap yang tepat untuk dilakukan dalam menghadapi perilaku teman.
Diharapkan permainan semacam itu dapat diterapkan anak apabila ia mengalami kejadian serupa. Tentunya permainan peran ini dapat berganti-ganti tema. Bisa saja tema yang dipilih cara menghadapi lingkungan baru atau mengahadapi materi pelajaran yang sulit.
“Keragaman tema diharapkan dapat memperkaya pengetahuan anak akan beragam solusi pemecahan masalah sehari-hari,” pungkas Febi (cr1/rin) By Republika Newsroom
Selasa, 07 April 2009 pukul 15:33:00
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

2 komentar:

*
kang pipin za mengatakan...

barakallah atas di-launching-nya blog insankamil malang, semoga menjadi satu ikhtiar dan wasilah amal sholeh demi hadirnya sekolah dan generasi baru berbasis aqidah... SELAMAT!

Insan Kamil Malang mengatakan...

Syukron.., mudah2n kami mampu mewujudkannya. Amin..