Insan Kamil official website | Members area : Register | Sign in

Archives

Work From Home (WFH) Dan Nasib Guru

Rabu, 13 Mei 2020


Pandemi yang diumumkan WHO sejak awal Maret berdampak pada banyak sektor, termasuk pendidikan. Sejak pandemi yang melanda, aktivitas dunia pendidikan berpindah ke rumah. Kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa yang mulanya bersama para guru menjadi berasama para orang tua. Begitupun dengan guru, yang mulanya mengajar di sekolah, para guru mengajar dari rumah saja.
Kebijakan Work from Home (WFH) bagi para guru dilakukan untuk mendukung kebijakan Social Distancing sudah tepat di tengah situasi pendemi saat ini. Bahkan, beberapa daerah termasuk Jawa Timur dengan adanya SE Sidiknas sudah memperpanjang WFH sambil melihat perkembangan yang ada.
Kebijakan pemerintah yang mendadak namun harus dipatuhi dan dijalani demi keselamatan dan memutus mata rantai penularan virus Covid-19. Tentu saja setiap sekolah kelabakan dan mencari cara bagaimana peran guru yang biasanya di sekolah pindah ke rumah.
WFH bagi para guru membutuhkan perangkat teknologi seperti alat gadget, sama halnya bagi siswa dan orang tua juga memerlukan gadget untuk mengikuti learning from home (LFH). WFH dalam menggunakan fungsi gadget masih tergantung dari kapasitas alat setiap guru, kuota, signal, materi dan rencana pembelajaran.
Di hari pertama, guru masih bisa menjalani WFH dengan senang. Ternyata masa WFH yang diberlakukan bukan hitungan 1 sampai 2 hari, namun sudah 3 pekan dan ditambah lagi hingga 21 April 2020 mendatang.
Di sekolah pada umumnya, setiap guru memegang 20-30 anak, lalu pelaporan dalam bentuk video atau foto akan memakan kuota, memori, belum lagi kendala sinyal.
Lambat laun WFH ini membuat guru semakin bingung bagaimana memberikan materi yang harus dijabarkan dan dipraktekkan langsung pada siswa, hanya bisa lewat tayangan atau video call saja. Tentu tidak semua guru pandai mengoperasikan berbagai aplikasi gadget, malah lebih banyak yang gaptek, sehingga mempengaruhi LFH siswa dan orang tua.
Sementara tugas dan materi dari guru hampir setiap hari agar mata pelajaran tuntas disajikan. Proses belajar yang sejatinya harus menggembirakan jadi seperti kejar setoran. Suasana tambah panik saat kuota habis. Atau WFH terkendala saat jaringan tak kunjung datang. Akhirnya kendala tersebut menjadi beban pikiran dan menimbulkan stres. Padahal stres bisa menurunkan sistem imun dalam tubuh dan hal ini berbahaya dalam kondisi pandemi.
Akhirnya, di saat guru stres, guru yang sudah berusaha menunaikan WFH menjadi tertuduh dari kepanikan orang tua dan murid karena ikutan stres dengan tugas yang datang setiap hari. Harus diakui, tidak semua guri bisa kreatif, apalagi tanpa koordinasi dengan sekolah mengenai langkah apa yang akan ditempuh.
Memang seharusnya para guru berinisiatif agar LFH siswa dan orang tua tak membosankan. Guru juga dituntut kreatif dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Diharapkan guru dan siswa berinteraksi secara normal seperti pembelajaran hari-hari saat tatap muka.
CNN Indonesia pertanggal (17/12’2019) menyebutkan ada sekitar 2.7 juta guru tersebar di seluruh Indonesia dan belum seluruhnya mendapatkan gaji yang layak, termasuk guru honorer. Dmana pusat dan daerah masih suka saling lempar tangan siapa yang membiayai gaji para guru tersebut.
Belum lagi berbicara fasilitas tempat mengajar. Beberapa guru dengan resiko tinggi harus mengajar di pelosok bahkan pedalaman dengan akses mobilisasi yang tak mudah dan tak aman. Dan guru mengajar di sekolah yang sudah tak layak, hampir roboh.
Tentu guru honorer di masa normal tanpa WFH karena kebijakan social distancing saja sering mengalami gaji telat cair bertubi-tubi. Terlebih di masa WFH dngan mengajar jarak jauh dengan metode daring, tentunya terkait kesejahteraan guru saja semakin sulit untuk terealisasi.
Maka pada posisi ini, guru tentu tidak bisa disalahkan jika tidak bisa menjalankan perannya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di masa social distancing saja sering bingung, apalagi membeli kuota tanpa ada pemasukan yang pasti semakin membuat guru kalut dan bingung. Dalam proses WFH ini siapa yang seharusnya menjamin para guru?
Nasib Guru Dalam Sistem Kapitalisme
Upaya Dinas Pendidikan dalam memfasilitasi peningkatan kompetensi guru faktanya masih minim dan kurang tepat, belum menjamah seluruh penjuru negeri. Penilaian terhadap kinerja guru melalui ujian online dan guru harus membaca modul dengan penjelasan kurang memadai. Kurikulum sering berubah-ubah mengikuti pergantian menteri. Para guru sibuk dengan berbagai administrasi. Belum lagi jika pengawas bertandang ke sekolah, maka pecahlah tugas guru antara mengajar dan menyiapkan presentasi serta laporan-laporan.
Bagi yang mau dan sudah disertifikasi, harus memperbanyak jam mengajar. Untuk meningkatkan kompetensi diri, para guru harus membeli buku dari kantong sendiri. Sementara gaji kurang memadai untuk menutupi pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Guru dalam sistem kapitalisme saat ini ditintut memenuhi kewajiban dengan profesional dan senang hati akan tetapi tidak didukung fasilitas yang memadai. Tuntutan datang bukan hanya dari dinas saja, namun orang tua tak kalah banyak tuntutannya terhadap guru.
Mirisnya, dalam sistem kapitalisme sekuler guru dituntut melahirkan generasi beriman dan berakhlak. Namun pelajaran dan perilaku siswa dijauhkan dari agama. Tayangan-tayangan baik di televisi maupun internet memberi dampak buruk bagi tumbuh kembang pola pikir dan pola sikap murid.
Pelaksanaan WFH di masa social distancing ini menunjukkan bahwa negara belum siap melaksanakan pembelajaran online. Pembelajaran online ternyata bukan hanya sebatas tersedianya alat gadget, tapi harus didukung kompetensi para guru yang kreatif dan innovatif, fasilitas, serta kesejahteraan guru.
Di dalam UUD 1945 dijelakan bahwa pendidikan dan kesejahteraan menjadi tanggung jawab negara tapi saat ini, negara mengabaikan amanah tersebut.
Tatkala para guru honorer berkumpul di istana mengadukan dan menanyakan bagaimana nasib mereka? Para pemimpin negeri dan pejabat tam ada yang datang menemui. Guru harus kembali dengan tangan hampa dan mengemban amanah berat, sementara negara abai dan tak peduli.
Islam Memuliakan Guru
Proses pendidikan dalam sistem Islam mendapatkan perhatian yang istimewa. Pendidikan dalam pandangan Islam memegang peranan penting bagi keberlangsungan kehidupan islam.
Dasar pendidikan adalah aqidah Islam yang bertujuan membentuk syakhsiyah Islam, yakni pola pikir dan pola sikap yang islami. Sehingga kurikulum dan materi yang diajarkan di sekolah harus berlandaskan aqidah Islam saja.
Materi yang diajarkan terbagi atas ilmu terapan dan tsaqofah. Ilmu terapan diberikan sesuai kebutuhan sedangkan tsaqofah diberikan pada setiap jenjang. Sehingga baik guru maupun anak tidak terbebani oleh tumpukan muatan pelajaran. Isi dari setiap amteri tidak boleh menyimpang dari aqidah Islam.
Seorang guru boleh dan bahkan diapresiasi untuk mengembangkan sarana dan tehnik pembelajaran, dalam rangka mengoptimalkan proses pembelajaran. Islam mewajibkan negara menyediakan fasilitas yang menunjang dan meningkatkan kompetensi guru dengan sungguh-sungguh. Tak boleh ada seorang guru pun yang terdzolimi.
Kesejahteraan guru adalah kewajiban negara. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, guru mendapatkan penghargaan yang sangat tinggi dari negara, termasuk pemberian gaji yang memenuhi segala kebutuhannya, bahkan hingga berlebih. Jika dikurskan ke dalam rupiah, bisa mencapai puluhan juta gaji yang diperoleh setiap guru.
Islam juga mewajibkan negara untuk menyediakan perpustakaan. Sehingga para guru, ulama, pakar bisa menggali ilmu pengetahuan yang akan diberikan pada anak didiknya, atau bereksperimen dan melakikan uji coba dengan leluasa tanoa memikirkan kantong yang akan bolong.
Negara juga melindungi rakyatnya dari informasi yang tiada manfaat dan menyimpang. Adanya media, baik media cetak maupun media elektronik (TV, gadget) harus bersinergi dengan tujuan pendidikan. Informasi asing difilter agar tidak ada peluang pemikiran yang bisa merusak aqidah umat.
Islam akan menciptakan ketenangan bagi para guru dalam menjalani dan menunaikan perannya secara profesional. Para guru juga akan merasa tenang saat pembelajaran berpindah ke rumah. Adanya perangkat teknologi merupakan bagian dari salah satu cara yang bisa menjadi altenatif teknis pembelajaran. WFH ini, fasilitasnya disediakan oleh negara.
Sehingga guru akan berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin menunaikan WFH. Guru akan bersungguh-sungguh menjalankan perannya berinteraksi dengan para siswa yang diampunya di rumah lewat teknologi yang telah dijamin negara.
Islam sangat memperhatikan kualitas proses pembinaan dan pendidikan. Sehingga penghargaan dan jaminan akan senantiasa diberikan kepada guru. Baik saat tatap muka secara langsung maupun WFH. Wallahu A’lam Bish Showab.[]
*Direktur LSM Golden Victory

* Ini Buktinya, Anak Makin Berprestasi Berkat Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan

Selasa, 22 Desember 2015



Fotosearch



Sejumlah riset dan studi menunjukkan, keterlibatan Anda para ayah dalam mengasuh anak sangat penting dan dapat memberikan kontribusi positif bagi anak dalam kehidupannya kelak. Berikut ini beberapa hal yang akan dimiliki anak saat Anda ikut andil dalam mengasuhnya.

1. Lebih percaya diri
Saat bermain dengan anak, Anda kan lebih senang mengajak anak melakukan aktivitas fisik seperti berlari, melompat, melempar, atau memanjat. Menurut Melanie Horn-Mallers Ph.D, profesor di California State University, Fullerton, AS dan pakar mengenai studi keluarga, aktivitas ini bisa membuat anak lebih percaya diri. Soalnya Anda akan mendorong ayunan lebih kencang atau menyemangati anak untuk berani meluncur dari tempat yang tinggi. Ketika berhasil melakukannya, si kecil tentunya akan semakin pede. Seolah Anda ingin mengatakan, “Nak, dunia ini adalah tempat yang aman. Jadi mari menjelajahinya dan percayalah dengan kemampuanmu.”

2. Lebih pintar
Penelitian yang dilakukan oleh University of Guelph, Ontario, Kanada, pada tahun 2007 yang berjudul The Effects of Father Involvement: An Updated Research Summary of the Evidence, bahwa anak yang turut diasuh oleh ayahnya sejak dini,  memiliki kemampuan kognitif lebih baik ketika memasuki usia enam bulan hingga satu tahun. Selain itu, mereka juga memiliki IQ lebih tinggi ketika menginjak usia tiga tahun dan berkembang menjadi individu yang mampu memecahkan persoalan dengan lebih baik.

3. Berani mengambil risiko
Ketika mengasuh anak, ibu cenderung khawatir dengan keselamatan anak. Sebaliknya Anda mendorong anak untuk berani mengambil risiko. Psikolog Daniel Paquette dari University of Montreal, Montreal, Kanada, dalam studinya berjudul Theorizing the Father-Child Relationship: Mechanisms and Developmental Outcomes, menemukan fakta bahwa saat bermain dengan anak, ayah akan berusaha mendorong anak untuk mampu mengatasi hambatan dan berbicara dengan orang asing. Saat berenang misalnya, Anda akan menyemangati anak untuk bisa menyelam lebih dalam.

4. Pandai bergaul
Dari riset terhadap 192 bayi yang dimuat dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry, Dr. Paul Ramchandani, psikiater anak dari University of Oxford, Inggris, menemukan, bayi yang memiliki bonding yang baik dengan ayahnya selama 3 bulan pertama kehidupannya, terbukti setelah bersekolah akan menjadi anak yang pandai bergaul, populer di antara teman-temannya, dan jarang memiliki masalah dengan teman-temannya. Begitu juga setelah dewasa dan bekerja, mereka tumbuh menjadi pribadi yang bahagia.

5. Lebih disiplin
Ayah merupakan sosok yang tegas. Karena itu, saat mengasuh anak, Anda juga berusaha membuat anak disiplin dengan cara yang lebih tegas. Dalam bukunya yang berjudul Partnership Parenting, Dr. Kyle D. Pruett M.D., psikiater anak dan profesor di Yale University, AS, serta Marsha Kline Pruett, menulis, ayah lebih tegas daripada ibu dalam menghadapi anak dan menegakkan disiplin. Ibu, di sisi lain, lebih mengandalkan ikatan emosional untuk mengubah perilaku anak. Pendekatan yang beragam dari Anda dan istri ini terbukti sangat efektif dalam mendisiplinkan anak.

6. Berani mencoba hal baru
Ketika bermain dengan anak, ayah tidak sekadar menghibur si kecil. Berbeda dengan ibu yang cenderung selalu memberikan rasa aman dan melindungi saat mengasuh anak, menurut Norma L. Radin, pakar perkembangan anak dan profesor di University of Michigan, AS, ayah mengajak anak untuk berani berinteraksi dengan dunia di sekitarnya dan dengan orang lain. Anda juga mendorong anak untuk dapat mengeksplorasi kekuatannya sendiri dan berani mencoba hal-hal baru, tentunya tetap dalam pengawasan Anda.

7. Lebih toleran dan pengertian
Menurut Dr. Howard Dubowitz, MD, ahli pediatri di University of Maryland Medical Center, Baltimore, AS, dalam artikelnya Father Involvement and Children’s Functioning at Age 6 years: A Multisite Study, anak perempuan yang memiliki hubungan dekat dengan ayahnya memiliki kenyamanan diri lebih tinggi dan lebih sedikit merasa depresi. Sedangkan anak laki-laki yang diasuh dengan keterlibatan ayah akan lebih mengenal dunia pria. Ia akan lebih sedikit merasa agresif, impulsif, dan tidak egois. Pada saat dewasa kelak, mereka akan menjadi orang yang lebih toleran dan pengertian.

8. Lebih aktif
Kegiatan yang biasa dilakukan ayah dengan anak misalnya mencuci mobil, belajar naik sepeda, atau, bermain bola. Aktivitas itu membuat anak terhindar dari kegemukan. Menurut data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, 18,8% anak berusia 5-12 tahun mengalami masalah kegemukan, dengan perincian kategori gemuk 10% dan sangat gemuk 8,8%.

9. Lebih kreatif
Saat bersama anak, ayah akan mengisinya dengan aktivitas yang ‘liar’, membuat mobil-mobilan dari kardus bekas, menggunakan sarung bermain Ninja atau membaca dongeng dengan beragam ekspresi wajah. Pokoknya, kreativitas ayah beda dengan ibu.  Menurut Mark Runco, Ph.D, Direktur Torrance Center for Creativity & Talent Development di University of Georgia, AS, semua anak memiliki potensi untuk menjadi kreatif dan tugas orangtua untuk mewujudkannya. Anda ikut serta mengembangkannya.

10. Lebih Spontan
Saat akan pergi berkemah, misalnya, seorang ibu akan menyiapkan bekal makanan. Sementara ayah lebih suka bereksperimen secara spontan untuk memasak menggunakan api unggun. Bagi Anda, yang terpenting adalah anak mendapat pengalaman baru dan belajar menghadapi risiko. Karena itu, menurut Howard Steele, Direktur Attachment Research Center Unit dari University College London, Inggris, cara itu membuat anak lebih berani untuk mengutarakan pendapat dan lebih spontan dalam bertindak. (SAN/MON) Sumber

** Adab Makan: Makan Sekadarnya

Selasa, 22 April 2014


الْمِقْدَامَ بْنَ مَعْدِيكَرِبَ الْكِنْدِىَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ « مَا مَلَأَ اِبْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ (و اللَّفْظُ لِإِبْنِ مَاجَه”لُقَيْمَاتٌ”) يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثُ طَعَامٍ وَثُلُثُ شَرَابٍ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ »
Al-Miqdam bin Ma’dikarib al-Kindi berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,  “Tidaklah seorang anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah anak Adam makanan (dalam redaksi Ibn Majah “suapan-suapan kecil”) yang menegakkan tulang punggungnya.  Jika harus lebih dari itu maka sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga udara.” (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban dan al-Hakim).

Hadis ini dicantumkan oleh Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam, hadis ke-47, melengkapi Arba’un an-Nawawiyah menjadi 50 hadis.  At-Tirmidzi meriwayatkan hadis ini di dalam as-Sunan pada bab Mâ Jâ’a fî Karâhiyati Katsrah al-Akli (Riwayat Tentang Kemakruhan Banyak Makan). At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan shahih.”
Ibn Majah meriwayatkan hadis ini dalam as-Sunan pada bab al-Iqtishâd fî al-Akli wa Karâhiyati asy-Syiba’ (Sederhana dalam Makan dan Kemakruhan Kenyang).

Hadis ini merupakan salah satu pokok adab dalam makan.  Hadis ini secara garis besar memberikan tiga pelajaran Pertama: Rasul saw. menyatakan, “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut.”  Rasul saw menyerupakan perut sebagai wi’â’un, yaitu tempat meletakkan sesuatu. Seburuk-buruk wadah yang dipenuhi adalah perut. Sebab dalam hal itu ada at-tukhmah (pencernaan yang buruk) dan menjadi sebab terjadinya bermacam penyakit; juga karena mewariskan kemalasan, lemah dan ingin rehat terus.  Pengarang Barîqah Mahmûdiyyah fî Syarh Tharîqah Muhammadiyyah wa Syarî’ah Nabawiyyah menjelaskan, “Rasul menjadikan perut seburuk-buruk wadah sebab sering digunakan pada yang tidak seharusnya untuknya.  Perut diciptakan untuk menguatkan punggung dengan makanan, sementara memenuhi perut akan menyebabkan kerusakan agama dan dunia sehingga menjadi keburukan.  Kenyang itu (bisa) menyimpangkan dari kebenaran, didominasi oleh kemalasan sehingga menghalangi pemiliknya dari beribadah, memperbanyak materi-materi yang lebih, banyak kemarahan,  syahwatnya  dan ambisinya meningkat sehingga menjerumuskan dirinya mencari apa yang melebihi kebutuhan.”

Kedua, Rasul saw. menyatakan, “Cukuplah untuk anak Adam sekadar makanan yang menegakkan tulang punggungnya.”  Penyebutan tulang punggung menggunakan uslub menyebut sebagian yang dimaksudkan keseluruhan.  Jadi, yang dimaksudkan adalah punggung seluruhnya, atau lebih umum lagi seluruh badan, sebab punggung adalah penopang badan.

Dalam hadis ini, Rasul saw. menganjurkan untuk sedikit makan, yakni makan sekadarnya saja untuk bisa menopang badan agar tetap bisa tegak dan melakukan aktivitas yang diperintahkan syariah.  Anjuran ini juga tampak dalam redaksi Ibn Majah yang menggunakan kata “luqaymât” yang merupakan kata plural dengan bentuk isim tashghîr dari luqmatun.  Makna sabda Rasul saw. itu, bahwa cukuplah untuk anak Adam makanan yang dengan itu ia tetap hidup sehat untuk menjalankan aktivitas ketaatan. Itulah makna sabda beliau “yuqimna shulbahu (menegakkan tulang punggungnya).” Yang demikian itu merupakan dorongan agar sedikit makan dan tidak banyak makan Dengan begitu manusia itu ringan, tangkas, giat dan selamat dari bermacam penyakit yang muncul dari banyak makan.

Ketiga: Rasul saw menyatakan, “Jika harus lebih dari itu maka sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga untuk udara.”  Maksudnya, jika orang tidak cukup dengan makanan yang cukup menegakkan punggungnya dan harus tambah dari kadar itu maka hendaklah ia mengisi sepertiga perutnya dengan makanan, sepertiganya dengan minuman dan sepertiganya untuk udara yang memungkinkan dirinya bernafas dengan mudah.

Kenyang hukumnya mubah.  Dalam beberapa riwayat, Rasul saw. pernah makan hingga kenyang dan membiarkan para sahabat makan hingga kenyang.  Namun, bagi Rasul saw. dan para sahabat, kenyang tidak menjadi kebiasaan.  Mereka sering tidak sampai kenyang, meski juga tidak kelaparan.
Anjuran Rasul saw. dalam hadis ini ada dua tingkat: (1) agar makan sekadarnya saja yang membuat punggung tetap tegak, sanggup bahkan giat menjalankan aktivitas dan ketaatan serta ibadah; (2)  jika ingin lebih dari itu maka hendaklah makanan hanya mengisi sepertiga perut, minuman sepertiganya dan sepertiga lainnya untuk udara. Kadar ini tidak sampai kenyang apalagi kekenyangan. Seperti itulah yang menjadi laku para sahabat dan para ulama panutan umat.

Manfaat dari anjuran Rasul saw. ini sangat besar terhadap fisik dan hati.  Terhadap fisik, pola makan seperti itu menyehatkan.  Terhadap hati, hal itu akan membuat hati baik.  Sedikit makan melembutkan hati, menguatkan pemahaman, melemahkan hawa nafsu dan amarah.  Sebaliknya, banyak makan mendatangkan hal kebalikannya.

Rasul saw., keluarga beliau, para sahabat dan para ulama memberikan contoh hidup bagaimana mereka sedikit makan.  Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah ra., yang menuturkan bahwa sejak tiba di Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah merasakan kenyang dengan roti gandum selama tiga hari berturut-turut sampai Rasul saw wafat.  Ada juga riwayat serupa dari Abu Hurairah.

Para ulama panutan umat pun menempuh laku seperti itu, menghindari kenyang meski mubah dan dari yang halal.  Mereka lebih memilih makan sekadarnya saja. Abu Nu’aim menuturkan dalam Hilyah al-Awliyâ’ bahwa Imam asy-Syafii berkata, “Aku tidak merasakan kenyang sejak enam belas tahun lalu kecuali kenyang yang aku jauhi, sebab kenyang itu memberatkan badan, menghilangkan kecerdasan, mendatangkan tidur dan melemahkan orang yang kenyang itu dari ibadah.”
Allâhumma waffiqnâ ilâ mâ tardhâ. [Yahya Abdurrahman]

Keluara Besar TAAM, KB-TKIT Insan Kamil& HomeSchooling Group SD Khoiru Ummah 20 Malang, Berduka.




Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Keluarga Besar Insan Kamil Malang, Kehilangan Seorang Pendidik dan Pejuang.
Telah meninggal dunia ustadzah Halimatus Sa’diyah, hari Sabtu malam pukul 22.30.
Semoga beliau mati syahid (10 hari yang lalu bayinya meningga dunia dalam kandungan).
Semoga Allah azza wa jalla mengampuni dosanya, menerima amal kebaikannya.

“Allahummaghfirlahaa warhamha wa ‘afihii wa’fu ‘anha!”

Kami seluruh keluarga besar Homeschooling Group (HSG) Khoiru Ummah &TAAM, KB-TKIT Insan Kamil turut berduka dan merasa kehilangan atas kepergian almarhumah.

**Homeschooling, Alternatif Pendidikan Bagi Anak


Homeschooling, Alternatif Pendidikan Bagi Anak Konsep Homeschooling Group Khoiru Ummah (HSG) ternyata sudah mulai diminati masyarakat ini terbukti dengan adanya publikasi dari laman inilahkoran.com salah satu website yang cukup mumpuni di Indonesia, kini inilahkoran.com juga sudah ada versi cetaknya di Bogor dan Bandung.
Berikut kutipan berita HSG SD Khoiru Ummah Sumedang di inilahkoran.com

Oleh: Vera Suciati
Priangan – Jumat, 8 Maret 2013 | 18:25 WIB
INILAH, Sumedang – Konsep pendidikan home schooling mulai dilirik dan menjadi alternatif bagi orangtua dalam memenuhi pendidikan anaknya. Baik metode home schooling individu yaitu dengan mengundang guru ke rumah dan belajar di rumah dengan kurikulum yang sudah ada ataupun home schooling grup yaitu mengadakan kegiatan belajar mengajar di rumah dengan jumlah murid paling banyak 10 orang.

“Home schooling bisa menjadi alternatif pendidikan bagi orangtua yang akan menyekolahkan anaknya ketika akan memasuki usia SD,” kata staf pengajar Home Schooling Grup (HSG) Khoiru Ummah, Mira Kurnia, Jumat (8/3/2013).

Mira menuturkan, HSG Khoiru Ummah yang berlokasi di Jalan Sopyan Iskandar, sudah berjalan selama dua tahun dan memiliki dua kelas atau rombongan belajar (rombel). Lima orang kelas 1 dan enam orang kelas 2. HSG Khoiro Ummah sendiri bertujuan menciptakan anak yang berkualitas dan terbaik. Salah satu keunggulan dari HSG Khoiru Ummah, akunya, adalah memberikan metode hapalan alquran atau hafidz kepada siswanya.

“Program unggulan kita adalah menciptakan hafidz yang terbaik tapi tanpa ada paksaan, melainkan karena kebiasaan mendengar dan mengucap,” kata Mira.
HSG Khoiru Ummah menggelar kegiatan belajar mengajar selama enam hari, Senin-Jumat mulai pukul 08.00 WIB hingga 14.00 WIB dengan mata pelajaran umum seperti matematikan, bahasa indonesia, dan sains. Namun, mata pelajaran tersebut tidak disampaikan secara intruksional melainkan secara mengajarkan anak untuk berfikir.

“Anak tidak dijejali ilmu melainkan diajak berfikir dan memecahkan masalah,” kata Mira.
Sementara itu, Kepala Sekolah HSG Khoiru Ummah, Pitra Sagara menuturkan, sekolah dibentuk untuk mewadahi bakat dan kecerdasan anak-anak yang memiliki potensi luar biasa.
“Kami khawatir jika dengan pendidikan yang berkonsep intruksional, anak hanya merasa dijejali ilmu tanpa mengubah tingkah laku dan kerpibadian. Apalagi sampai menjadi muslim yang taat,” kata Pitra.

Meski demikian, pihaknya mengaku tidak mudah menginformasikan konsep pendidikan home schooling kepada masyarakat. HSG Khoiru Ummah sendiri selalu mengobservasi calon siswa dan calon orangtua siswa yang berminat masuk HSG.

“Dengan sejumlah pertanyaan, kami melakukan observasi apakah anak dan orangtua siap melakukan
pendidikan seperti ini atau tidak. Jika keduanya tidak siap, maka kami tidak akan menerimanya,” kata Pitra
Sumber bisa dilihat di http://www.inilahkoran.com/read/detail/1965988/home-schooling-alternatif-pendidikan-bagi-anak

Testimoni