Entrepreneurship (jiwa kewirausahaan) merupakan kemampuan untuk menginternalisasikan kemampuan wirausaha dan menangkap peluang usaha atau bisnis yang ada. Seorang wirausaha akan berani mengambil risiko, inovatif, kreatif, disiplin, pantang menyerah, dan mampu menyiasati peluang secara tepat. Kewirausahaan juga bisa menjadi salah satu jalan (peluang) untuk mendapatkan rezeki. Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR Ahmad, al-Bazzar, ath-Thabrani).
Pentingnya Jiwa Entrepreneur
Memiliki jiwa entrepeneur berarti
mendorong adanya mental yang mandiri, kreatif, inovatif, bertanggung
jawab, disiplin, dan tak mudah menyerah, seperti layaknya seorang
wirausaha ketika memulai usahanya dari bawah. Alangkah baiknya jika
sifat-sifat ini ditanamkan pada anak sejak dini untuk membantu mereka
menjalani seluruh kehidupannya.
Memiliki jiwa entrepreneur
akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri dan tidak
bergantung pada orang lain, mampu berpikir kreatif dan inovatif, serta
lebih menghargai uang dan barang. Kelak bila sudah dewasa, ia akan
relatif lebih mudah untuk benar-benar menjadi wirausahawan. Dalam
konteks perjuangan, berbisnis adalah jalan paling masuk akal untuk
meraih kebebasan ideologis, yang biasanya diawali dari didapatnya
kebebasan finansial. Maksudnya, dengan memiliki usaha yang mantap, kelak
ia akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri, tidak
bergantung pada sebuah instansi atau lembaga yang kadang membuatnya
harus terikat, baik dari segi waktu apalagi dari sisi ideologi. Maka
dari itu, dari kebebasan finansial akan didapat kebebasan ideologis atau
kebebasan untuk berjuang.
Menjadi entrepreneur
yang tangguh membutuhkan proses, tidak bisa instant dalam sekejap.
Motivasi yang kuat adalah modal utama, selain keberanian dan ketekunan.
Di sinilah menjadi penting bagaimana menumbuhkan jiwa entrepreneur ini pada anak-anak.
Beberapa Kiat
1. Keteladanan orangtua.
Jiwa
keriwausahawan memerlukan contoh nyata. Contoh terbaik datang dari
orangtua. Bila orang tua adalah seorang pengusaha, biasanya tidak sulit
untuk membentuk jiwa kewirausahawan pada diri anak oleh karena mereka
sehari-hari melihat hal itu pada diri orangtua.
Kenalkan jiwa entrepreneur
dalam lingkungan keluarga dan orangtua bisa menjadi teladan buat anak.
Jika di rumah memiliki usaha, libatkan anak. Sepakati jenis pekerjaan
apa yang mesti dilakukan anak. Tentu sebatas yang bisa dijangkau oleh
mereka. Kalau perlu, beri anak “upah”, dari apa yang telah dia kerjakan. Cara
ini tentu bukan dimaksudkan untuk mempekerjakan mereka, tetapi melatih
mereka agar memiliki pengalaman bagaimana menjadi pekerja, sekaligus
menanamkan pelajaran bagaimana menghargai hasil keringat sendiri.
Sesekali ajak anak-anak berbelanja kebutuhan mereka dari usaha yang dilakukan. Beri mereka tugas untuk mencari informasi berbagai harga barang-barang di pasar yang dibutuhkan. Selanjutnya, hasil survei pasar bisa dianalisis dan
dijadikan bahan diskusi dalam keluarga. Ini agar anak menjadi akrab
dengan kehidupan nyata, mampu berkomunikasi dengan baik, mengemukakan
pendapat, menarik kesimpulan, sekaligus membiasakan diri selalu
mengikuti perkembangan ekonomi sehari-hari.
2. Latihan di sekolah.
“Business Day” atau ”Market Day” merupakan salah satu cara bagaimana melatih jiwa entrepreneur
anak di sekolah. Pada acara tersebut, anak-anak bisa dibagi menjadi
beberapa kelompok, yang akan mulai berjualan. Target konsumen adalah
kakak, adik kelas, guru dan orangtua. Anak-anak boleh menerapkan
berbagai macam strategi yang halal tentunya, agar barang-barangnya laku
terjual. Untuk bisa menghasilkan barang produksi yang layak jual, mereka
harus melalui proses yang panjang. Pertama dimulai dari mendiskusikan
jenis barang yang akan dijual dan bagaimana cara mendapatkan modalnya.
Setelah itu, tahap pengerjaan yang bisa dilakukan di rumah atau di
sekolah. Barang-barang yang sudah siap dijual masih perlu di kemas agar
terlihat lebih rapi dan menarik. Barulah setelah semuanya selesai,
barang-barang hasil karya anak dijual oleh mereka sendiri di sekolah.
Mereka
sendirilah yang menjadi pelaku bisnis dan aktif menjalankan kegiatan
perniagaan; mulai dari membuat barang, mengemas dan mempromosikan barang
sampai pada tahap akhir penjualan. Di sini pula mereka bisa belajar
tentang artinya untung atau rugi. Yang dapat untung bersyukur, dan
setelah uang modal kembali, mereka membagi hasil keuntungannya sama
rata. Yang mendapat rugi, tidak perlu kecewa, karena ini adalah
pelajaran yang berharga buat mereka agar nantinya lebih pandai membuat
strategi pemasaran.
3. Melalui cerita.
Menceritakan kisah hidup akan merangsang anak untuk meniru atau meneladaninya. Abdurahman bin Auf adalah sosok entrepreuneur yang sukses. Tidak hanya pejuang Islam yang hebat, ia juga
pengusaha yang sukses. Tatkala Rasulullah saw. dan para sahabat
diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan
dengan Saad bin Rabi al-Anshari. Saad termasuk orang kaya di antara
penduduk Madinah. Ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati,
namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!”
Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki ‘Sahabat Bertangan Emas’.
Abdurrahman
bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak
segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu
Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslim untuk mengorbankan
harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan
Nabi saw. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus ‘uqyah emas. Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahat al-Mu’minin
(para istri Rasulullah). Beliau bertanggung jawab memenuhi segala
kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila
mereka bepergian. Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf
terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia
menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang
dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula
kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat
terbesar pada masanya, itu tidak mempengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman
dan takwa.
4. Memadukan usaha dengan hobi.
Cobalah
perhatikan kegemaran anak. Jika dia senang membaca, misalnya, tanyakan
berapa banyak koleksi bukunya. Kalau cukup banyak, berilah saran agar ia
menyewakan koleksinya kepada teman-temannya. Pujilah hasil karya anak,
agar ia merasa percaya diri untuk menjual kepada teman-temannya. Langkah
berikut, ajarkan kepada anak untuk menentukan harga. Sebagai orangtua
yang bijak, katakan kepadanya agar tidak mengambil keuntungan terlalu
banyak. Lalu ajari dia untuk membuat laporan keuangan yang sangat
sederhana, agar ia bisa bertanggung jawab terhadap setiap pemasukan dan
pengeluaran.
5. Mengajak anak melihat tempat usaha.
Mengajak
anak melihat tempat usaha juga merupakan cara yang ampuh. Tak perlu
menjadi pengusaha terlebih dulu untuk mengenalkan anak pada dunia usaha.
Ajak anak melihat berjalannya suatu usaha ke teman yang
punya usaha kecil, misalnya. Kalau perlu mintalah izin kepadanya untuk
menerimanya magang saat liburan.
6. Melalui permainan.
Carilah
permainan yang anak tak sekadar bermain, namun juga menyusun strategi
bisnis dan berinvestasi. Dari permainan diharapkan anak akan bisa
mengelola keuangan, membelanjakan uang, bahkan kerugian atau risiko
dalam bisnis.
7. Magang.
Selain memperkenalkan anak pada kondisi usaha riil, dengan magang anak bisa
melihat langsung praktik dari teori-teori yang telah dia peroleh. Akan
lebih efektif jika sekolah juga mendirikan usaha nyata. Misalnya,
sekolah mendirikan kantin, dan secara bergiliran anak-anak yang
mengelola kantin tersebut.
Dengan menumbuhkan jiwa entrepreneur pada anak, diharapkan sebesar apa pun krisis finansial yang dia hadapi nantinya, akan dapat disikapi dengan tenang. Sebab, anak telah terbiasa memecahkan problem berat dengan strategi yang cepat dan tepat. Bagaimanapun perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah, tidak hanya membutuhkan semangat dan ilmu, tetapi juga dana. Ketika kebebasan finansial sudah dimiliki, insya Allah akan membantu kelancaran jalannya dakwah, dan kemampuan finansialnya akan melengkapi perjuangannya; seperti halnya yang terjadi pada Abdurrahman bin Auf. WalLahu a‘lam. []
Zulia Ilmawati adalah Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga.
0 komentar:
*