Insan Kamil official website | Members area : Register | Sign in

Mengenalkan Si Kecil Sesuatu Yang Baru

Sabtu, 02 Januari 2010

Share this history on :

Anak terlahir dengan 100 miliar sel otak yang belum terhubung dengan sempurna. Sel-sel otak tersebut membutuhkan rangsangan agar bisa terjalin hubungan yang baik, sehingga anak tumbuh dan berkembang sesuai tahapan usianya.

Karena itu, ajarkan mereka sesuatu yang baru sejak dini. Praktisi Emotional Intellegence Parenting, Hanny Muchtar Darta, Certified EI, PSYCH-K,SET dari Radani Emotional Intellegence Center mengatakan bahwa saat Anda mulai melakukan kegiatan-kegiatan sederhana sejak buah hati lahir, sel otaknya sudah terstimulus dan menyerap rangsangan yang diberikan.

Kemudian, sel-sel otak membentuk sinaps, yaitu penghubung antara dua ujung dari sel-sel otak yang berbeda. "Berlanjut hingga anak memasuki usia 5 tahun, maka bisa Anda bayangkan bahwa sel-sel otak tersebut sudah banyak memiliki jaringan koneksi dan anak pun berkembang memasuki fase pembelajaran yang kritis," urai Hanny.

Mengajarkan anak untuk bisa mengolah otaknya tidak hanya terpaku dari segi makanan. Banyak hal yang bisa dilihat. Otak buah hati Anda sudah bisa memilah, mana yang baik dan tidak.
"Ekspos anak dengan beragam kegiatan, aktivitas atau pengalaman yang menarik sehingga anak memiliki sesuatu yang membuatnya belajar akan satu hal," sarannya.

Hanny menambahkan, orangtua harus memikirkan macam-macam aktivitas untuk si kecil. Misalnya, pilih kegiatan yang tidak membuatnya bosan setiap minggunya. Apakah itu berkebun di taman belakang, jogging, bermain bola, atau pergi ke mana hari minggu ini? Ke bioskop, ke rumah opa-oma, ataukah ke museum?

Kuncinya, aktivitas itu harus beragam dan berbeda setiap minggunya. Dengan kegiatan-kegiatan yang berbeda dan menyenangkan ini, anak akan belajar dan punya pengalaman baru, bahkan jaringan- jaringan syaraf otaknya akan membuat hubungan yang bagus pula.

Semakin anak-anak diberikan latihan dan pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan, anak akan semakin mahir. Jaringan syaraf otaknya pun akan semakin kuat.

Selain itu, ajarkan anak untuk bersosialisasi termasuk menimbulkan rasa empati kepada teman-temannya. Hanny menyarankan agar memulainya dari hal-hal sederhana, misalnya menjenguk teman atau saudara yang sakit.

"Dari kegiatan ini, tanamkan bahwa sebagai manusia harus saling tolong-menolong dan harus memperhatikan satu sama lain," paparnya.

Seiring berjalannya waktu dan usia si anak, akan tumbuh rasa empati tinggi terhadap sesamanya. Sehingga saat dewasa, anak menjadi individu yang menyenangkan dan berjiwa sosial besar. Hanny berpesan agar menjadi orangtua yang bisa memberikan arahan positif untuk anak sehingga keinginan anak bisa diungkapkan dengan baik.

Saat keputusan anak didukung orangtua yang bijaksana dan lingkungan keluarga yang menyenangkan, maka rasa percaya dirinya akan muncul.

"Anda harus mendukung pilihan dan keputusan anak, bukan mematikan keputusan itu dan harus mengikuti keinginan Anda sendiri," tegas Hanny.

Anak yang sukses merupakan dambaan orangtua. Kesuksesan diperoleh karena peran orangtua yang bisa mendidik anak agar tangguh dalam menghadapi rintangan di kehidupannya.

Cara yang paling tepat untuk meluruskan anak-anak harus dimulai dari perubahan sikap dan perilaku kedua orangtua. Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-anak.

"Yang terpenting justru adalah mendidik orangtua, baby sitter, bahkan guru, agar dapat memberi contoh baik yang selalu konsisten," ungkap Ketua High-Scope Indonesia Antarina S F Amir.

Sebaik-baiknya pendidikan yang diberikan di sekolah, jika di rumah orangtua selalu berlaku buruk, maka nilai-nilai positif yang sudah diajarkan akan sia-sia. Semua orangtua harus paham bahwa pendidikan bukan hanya tugas guru dan sekolah. "Pendidikan adalah urusan semua orang," tegas Antarina.

Sementara itu, praktisi Emotional Intellegence Parenting, Hanny Muchtar Darta Certified EI PSYCH-K SET dari Radani Emotional Intellegence Center mengatakan, sebagai 'pendidik', orangtua selalu berusaha memberikan pengajaran yang terbaik.

"Misalnya, mengarahkan si kecil untuk membuat keputusan yang benar dan positif karena ini bekal mereka di masa depan," ujar wanita yang mengambil pendidikan di Emotional Intelligence Six Seconds USA pada 2004 dan 2005.

Hanny menuturkan, di tahapan ini orangtua mengekspos keinginan anak tanpa memaksa. Orangtua tidak lagi memutuskan sesuatu hal atas keinginannya sendiri, melainkan mengajak anak untuk memilih dan mengarahkan keputusan mana yang akan diambil atau dipilih anak. "Keanekaragaman ini dimaksudkan untuk merangsang kerja otak anak," ucapnya.

Artinya, hal tersebut dimaksudkan supaya otak bekerja membangun jaringan baru karena rasa penasaran si anak untuk mencoba hal baru. Tentunya hal ini akan menghindarkan anak dari rasa bosan. Hanny mencontohkan, saat penyajian makanan misalnya, sang ibu bisa bertanya, "Sayang, kamu mau pilih yang mana?".

Dengarkan keinginannya dan hormati keputusan si kecil. Jika Anda berusaha menerapkan pendekatan ini secara konsisten, maka Anda akan merasakan hasilnya. Anak pun akan terbiasa mempunyai pilihan dalam hidup, belajar membuat keputusan, bertanggung jawab, dan mempertanggungjawabkan apa yang telah menjadi pilihannya.

"Belajar bertanggung jawab memang sebaiknya diajarkan sejak dini pada anak," ujar ibu dua anak ini. Selanjutnya, untuk merangsang anak melakukan kegiatan positif bisa dilakukan untuk memberi pilihan.

Mengutip dari Scott Brown dalam bukunya yang berjudul _How to Negotiate with Kids_, Hanny mengatakan bahwa hal itu bisa dilakukan melalui cara-cara yang lembut dan menyenangkan.

Dijelaskan Hanny, alangkah lebih baik jika mengajak seseorang bernegosiasi atau diskusi dengan Anda melalui sentuhan, termasuk dengan anak-anak. Saat orangtua menginginkan buah hati memperhatikannya, maka sentuh mereka dengan lembut dan sampaikan dengan tutur bahasa yang lembut.

"Alhasil, pesan-pesan yang Anda utarakan akan diterima dengan baik," tambahnya. Di usia 5-8 tahun anak sudah bisa mengemukakan pendapatnya dengan baik. Ajarkan anak untuk menentukan pilihan sendiri. Memainkan peran sebagai 'pendidik' yang baik, orangtua harus pandai memberikan pilihan-pilihan yang konkret sehingga mudah dimengerti anak, bukan pilihan-pilihan yang abstrak.

Membiasakan anak membuat pilihan dan memutuskan apa yang diinginkan akan memberikan mereka kemampuan membuat keputusan sendiri. "Seiring berjalannya waktu, anak akan mengerti bahwa keputusan yang dia ambil haruslah ada nilai plus-minus," ungkapnya.

Kelak anak akan mengolah pikirannya untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan secara matang dan anak pasti akan memilih sesuatu yang memiliki sisi bagus untuk dirinya.

"Saat dia terjebak dan buntu dalam menghadapi masalah, dia bisa berpikir kreatif. Bahkan orang-orang di sekelilingnya pun ikut terbawa atmosfer positif yang dilakukannya," terangnya.

Saat Anda menerapkan peran sebagai 'pendidik', maka hal ini akan membentuk fondasi kepribadian yang kuat yang sangat berguna sekali untuk masa depannya. Fondasi ini akan mengantarkan anak untuk menjadi individu yang bisa diajak bekerja sama, berempati, dan percaya diri.

"Benih positif yang Anda tanamkan pada buah hati sejak mereka kecil akan menghasilkan sesuatu yang positif pula. Itu artinya, Anda lulus memainkan peran sebagai pendidik," tutup Hanny.(okz) www.suaramedia.com, Sabtu, 17 Oktober 2009 14:17
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

*