Insan Kamil official website | Members area : Register | Sign in

Keliru, Anak Dipaksa "Calistung" di TK

Selasa, 29 Juni 2010

Share this history on :
KOMPAS.com — Adanya tes masuk untuk SD unggulan kian menaikkan harapan orangtua atas anak-anaknya, yaitu pada usia TK anak-anak ditargetkan bisa baca-tulis-hitung (calistung). Namun, sebetulnya justru bukan calistung yang harus ditekankan.
Ada kekeliruan, orang merasa anak harus bisa tulis hitung untuk masuk SD.

Roslina Firauli, psikolog anak yang lebih akrab dipanggil Vera, ketika ditanya mengenai tes masuk SD ini mengatakan, secara prinsip dirinya setuju ada ujian. Namun, secara tegas Vera mengatakan, "Ada kekeliruan, orang merasa anak harus bisa tulis hitung untuk masuk SD." Alasannya, justru kemampuan calistung itu dikembangkan semasa SD, bukan sebelumnya. Otak anak idealnya mulai mempelajari calistung pada usia 6-7 tahun, atau kira-kira kelas 1 atau 2 SD. "Jadi kalau baca tulis hitung untuk masuk SD itu tak tepat," tuturnya pada Kompas.com via telepon, Jumat (12/2/2010).

"Tapi ujian perlu ada," ujarnya.

Maksud Vera adalah bahan yang diuji seharusnya adalah tiga hal berikut ini. Pertama, kemampuan psikososial, yaitu kemampuan berinteraksi dengan sesama teman, dan mendengarkan figur otoritas, yaitu guru dan orangtua. Kedua, stimulasi untuk tugas-tugas dasar, seperti mewarnai, menggunting, atau menggambar, terutama untuk bentuk-bentuk dasar seperti lingkaran, kotak, dan segitiga.

Ketiga, lanjut Vera, konsep-konsep dasar seperti pengertian jauh dekat, membedakan warna, mengenali nama-nama binatang, dan mengenali bentuk-bentuk dasar yang disebutkan tadi. "Khusus untuk bentuk-bentuk dasar ini bila si anak bisa mengenali dan menggambarkannya, maka itu bekal untuk mengenali tulisan dan menulis. Tapi bukan berarti si anak yang usia TK dipaksa baca tulis," katanya.

Menurut Vera, di luar ketiga hal di atas, terutama ujian calistung, sangat tak disarankan.

Sementara Ratih Ibrahim, psikolog personal growth, dalam konteks ujian calistung dengan tegas menyatakan, "Saya menentang ujian masuk SD."

Ia menjelaskan bahwa memosisikan calon anak SD ke dalam proses seleksi melalui ujian belum-belum sudah memberikan stres yang tidak perlu. Mempertimbangkan kemungkinan orangtua jadi panik karena ada ujian masuk SD ini akan menambah tingkat tekanan kepada anak-anak kecil ini.

"Potensi kerusakan emosional yang ditimbulkannya besar sekali. Dan dampak traumanya ke masa depan bisa mengerikan, sebetulnya. Bisa-bisa anak-anak jadi tidak mau sekolah, benci sekolah, dan mengembangkan sikap anti-sekolah," katanya.

Ratih juga berpendapat bahwa tes seharusnya konsep dasar saja, seperti bentuk bangun, warna, dan konsep besar kecil. "Jadi masyarakat tak panik," tegasnya.

Dari Kemdiknas sendiri sebetulnya dikenal program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Dalam situsnya, Kemdiknas menyebutkan bahwa PAUD memang lebih menekankan konsep bermain, walaupun ujungnya memang bisa mengajarkan anak untuk calistung. Namun, orangtua justru mengira PAUD itu adalah untuk calistung saja, dan malah menolak kegiatan bermain. Sepertinya memang butuh sosialisasi lebih agar masyarakat, pemerintah, dan sekolah-sekolah serempak dalam kebijakan ujian ini. (C17-09)
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

*